PAUL JOHANNES
TILLICH
1. Pemikirannya melalui Pendekatan Tillich terhadap teologi Protestan sangat sistematik. Ia
berusaha menghubungkan kebudayaan dan iman dengan begitu rupa sehingga iman tidak perlu ditolak oleh kebudayaan
kontemporer dan kebudayaan tidak perlu ditolak oleh iman , metode inilah yang
dikenal dengan metode korelasi.
KOMENTAR :
Menurut hemat saya mengenai pemikiran
Tillich ini memang bisa diterima dengan akal, karena dari sini saya dapat
menilai bahwa dengan metode yang ditawarkan Tillich ini sangatlah bersifat
positif. Melalui metode korelasi ini dengan
maksud bahwa iman dan kebudayaan kontemporer itu tidak harus
bertentangan, artinya kebudayaan itu bersifat Manusiawi, sementara keimanan
adalah keTuhanan.
Lebih dalamnya Tuhan ada karena untuk mausia, manusia
diciptakan tuhan sebagai bukti adanya yang menciptakn, begitupun manusia,
manusia didunia ini harus menyadari kenapa dia bisa ada.Oleh sebab itulah
manusia harus mencari tahu asal mula kenapa mereka menjadi ada, sesuatu bisa
ada karena ada sesuatu yang menciptakan menjadi ada.
Disinilah manusia memerlukan keimanan untuk bisa mencapai
kepada yang mengada itu sendiri. Akan tetapi yang lebih penting dampak dari
pemikiran Tillich ini, penulis berpendapat jika kita tarik pemikiran korelasi
ini ke dalam zaman sekarang tentu sangat membantu jalanya kesejahteraan umat
manusia bukan cuma umat kristiani saja, kebudayaan dizaman sekarang sangatlah
mendominasi hukum hukum kehidupan, dan dasar dari kebudayaan diperkuat oleh
sejarah, sejarah sebagai persoalan mengenai arti dan hakikat segala realitas
yang terjadi.
Doktrin dari sejarah mengenai segala yang ada bukan bersifat
statis melainan dinamis.Apa yang disebut ada ingin bereksistensi, yaitu ingin
memasuki waktu dan perubahan-perubahan didalam waktu. Kebenaran berada di
tengah-tengah segala sesuatu yang terjadi.Kebenaran senantiasa berusaha
melewati dirinya sendiri, senantiasa dalam perjalanan menuju pada perealisasian
konkret yang baru.Demikian halnya dengan kebenaran dalam teologi Kristiani.Kebenaran
kristiani hanya berlaku sejauh permainan sejarah terus menerus berubah, akibatnya,
semakin jauh sejarah berkembang, semakin jauh pula manusia dari kebenaran,
kartena sesuatu yang berubah ubah itu tidak memiliki hal yang yang pasti.
Sementara berbiacara masalah kebenaran, kebenaran itu adalah
suatu nilai yang pasti. Oleh karena itulah pentingnya metode korelasi ini
karena dalam situasi ini Tillich berusaha ingin menemukan kembali kebenaran
Bible dan meneruskannya di tengah situasi yang terus menerus berubah itu, ia mencoba
ingin berdialog dengan manusia modern untuk memberikan mereka harapan dengan
meyakinkan mereka akan kekuatan iman kristiani.Dan saya rasa langkah Tillich
dalam hal ini sangat tepat karena pada masa itu sejarah sangat mendomiasi pola
kehidupan manusia baik akal dan prilaku pada saat itu.
2.
Dalam pendekatan
metafisiknya, Tillich adalah seorang eksistensialis yang gigih, yang
memusatkan perhatiannya pada hakikat “ada”. Ketiadaan (nothingness)
adalah sebuah motif penting dalam filsafat eksistensialis dan dengan demikian
Tillich mengikutsertakan konsep ini sebagai sarana reilifikasi keberadaan itu
sendiri. Tillich berpendapat bahwa kecemasan dari ketidakberadaan (non-being)
itu inheren di dalam ada itu sendiri.
KOMENTAR :
Berangkat dari permasalahan sebelumnya
mengenai eksistensi. Dari pemikiran yang satu ini Tillich berusaha menyadarkan
manusia khususnya umat kristiani bahwa sesuatu yang bersifat ada pastilah akan
fana atau hancur, hal itu sudah terbukti bahwa manusia yang ada merasa khawatir
dengan ketidak beradaan itu sendiri, yaitu kematian.
Bagi penulis pribadi pemikiran ini
pastinya mengundang pertanyaan yang sederahana, lalu apa yang telah menyebabkan
ada itu sendiri?.Tetapi disini Tillich mencoba memberikan jawaban bahwa yang
menciptakan ADA adalah dasar dari keberadaan, inilah TUHAN.
Manusia bersifat Eksis (fana) dan Tuhan
bersifat Esensi (kekal).Dan saya rasa dari hasil pemikiran ini pun masih
bannyak pertanyaan yang harus dijawab, ketika berbicara mengani Tuhan, tentu
tidak lepas dari Yesus.Karena dalam kontek keimanan kristiani Yesus adalah
Tuhan. Tetapi permsalahannya disini semua manusia tahu bahwa Yesus adalah
manusia yang bersiifat Fana, dan Tillich
pun menyatakan bahwa sesuatu yang fana itu tidak dapat dipertahankan oleh
sesuatu yang fana juga, tentu ini membuat kebingungan, dan sementaraitu Tuhan
yang bersifat kekal, bagaimana jawaban dalam hal ini?Apakah ada pemisah antara
Yesus sebagai manusia dan sebagai Tuhan?Dan sejak awal masuk pelajaran ini yang
membingungkan saya itu, sejak kapan kah Yesus menjadi Tuhan? Karena sejak kecil
dia itu bukan Tuhan dan tidak keterangan dalam injil yang menyatakan bahwa Yesus
adalah Tuhan?.
Tetapisaya sangat sependapat dengan
perkembangan Tillich mengenai pembahsan ini, pola pikirnya sangat radikal
sehingga membuat dia meninggalkan teologi kristiani yang tradisional yang
menggap bahwa Yesus adalah manusia yang seutuhnya dan sebagai Tuhan
seutuhnya.Tetapi Tillich memberikan sebuah revolusi baru dalam menafsirkan
Yesus itu sendiri dan Tuahn itu sendiri, menurut pendapatnya yesus adalah
sebuah keberadaan yang baru yang berfungsi untuk memperbaiki alienasi antara esensi
dengan eksistensi.
Karena manusia bersifat eksis sehingga manusia teralienasi
dari Tuhan, sehingga manusia disebut sebagai dosa.tetapi Tillich berusaha
menjaelaskan bahwa Esensi sepenuhnya menampakkan dirinya di dalam Kristus, namun
Kristus pun adalah manusia yang fana. Hal yang
positif yang bisa kita simpulkan disini bahwa ternyata esensi itu juga ada
didalam eksistensi, artinya Tuhan itu ada dalam diri manusia. Dari sisi lain
kita temukan bahwa Yesus adalah sebuah pernyataan Tuhan bukan sebagai Tuhan
seutuhnya sebagaimana yang dipercayai oleh masyarakat kristiani.Selain itu
tujuan Tillich dalam pemikirannya adalah untuk menyadarkan bahwa seluruh umat
kristiani atau seluruh umat manusia mempunyaipotensi sebagai yesus. Dengan alasanya
yang diatas bahwa yesus adalah manusia yang fana sama seperti kita.
Saya rasa ini sebuah motivaasi besar
bagi umat kristiani dalam pengetahuan lebih dalam mengenai keimanan dan alurn
kehidupan bathiniyah.
Selain itu Pernyataan
Tillich ini meringkaskan konsepsinya tentang Allah. Kita tidak dapat berpikir
tentang Allah sebagai suatu keberadaan yang eksis di dalam ruang dan
waktu, karena hal itu akan membatasi-Nya, dan membuat-Nya fana.