Sabtu, 13 Desember 2014

teologi Paul Tillich

PAUL JOHANNES TILLICH

1.      Pemikirannya melalui Pendekatan Tillich terhadap teologi Protestan sangat sistematik. Ia berusaha menghubungkan kebudayaan dan iman dengan begitu rupa sehingga  iman tidak perlu ditolak oleh kebudayaan kontemporer dan kebudayaan tidak perlu ditolak oleh iman , metode inilah yang dikenal dengan metode korelasi.
KOMENTAR :
Menurut hemat saya mengenai pemikiran Tillich ini memang bisa diterima dengan akal, karena dari sini saya dapat menilai bahwa dengan metode yang ditawarkan Tillich ini sangatlah bersifat positif. Melalui metode korelasi ini dengan  maksud bahwa iman dan kebudayaan kontemporer itu tidak harus bertentangan, artinya kebudayaan itu bersifat Manusiawi, sementara keimanan adalah keTuhanan.
Lebih dalamnya Tuhan ada karena untuk mausia, manusia diciptakan tuhan sebagai bukti adanya yang menciptakn, begitupun manusia, manusia didunia ini harus menyadari kenapa dia bisa ada.Oleh sebab itulah manusia harus mencari tahu asal mula kenapa mereka menjadi ada, sesuatu bisa ada karena ada sesuatu yang menciptakan menjadi ada.
Disinilah manusia memerlukan keimanan untuk bisa mencapai kepada yang mengada itu sendiri. Akan tetapi yang lebih penting dampak dari pemikiran Tillich ini, penulis berpendapat jika kita tarik pemikiran korelasi ini ke dalam zaman sekarang tentu sangat membantu jalanya kesejahteraan umat manusia bukan cuma umat kristiani saja, kebudayaan dizaman sekarang sangatlah mendominasi hukum hukum kehidupan, dan dasar dari kebudayaan diperkuat oleh sejarah, sejarah sebagai persoalan mengenai arti dan hakikat segala realitas yang terjadi.
Doktrin dari sejarah mengenai segala yang ada bukan bersifat statis melainan dinamis.Apa yang disebut ada ingin bereksistensi, yaitu ingin memasuki waktu dan perubahan-perubahan didalam waktu. Kebenaran berada di tengah-tengah segala sesuatu yang terjadi.Kebenaran senantiasa berusaha melewati dirinya sendiri, senantiasa dalam perjalanan menuju pada perealisasian konkret yang baru.Demikian halnya dengan kebenaran dalam teologi Kristiani.Kebenaran kristiani hanya berlaku sejauh permainan sejarah terus menerus berubah, akibatnya, semakin jauh sejarah berkembang, semakin jauh pula manusia dari kebenaran, kartena sesuatu yang berubah ubah itu tidak memiliki hal yang yang pasti.
Sementara berbiacara masalah kebenaran, kebenaran itu adalah suatu nilai yang pasti. Oleh karena itulah pentingnya metode korelasi ini karena dalam situasi ini Tillich berusaha ingin menemukan kembali kebenaran Bible dan meneruskannya di tengah situasi yang terus menerus berubah itu, ia mencoba ingin berdialog dengan manusia modern untuk memberikan mereka harapan dengan meyakinkan mereka akan kekuatan iman kristiani.Dan saya rasa langkah Tillich dalam hal ini sangat tepat karena pada masa itu sejarah sangat mendomiasi pola kehidupan manusia baik akal dan prilaku pada saat itu.
2.       Dalam pendekatan metafisiknya, Tillich adalah seorang eksistensialis yang gigih, yang memusatkan perhatiannya pada hakikat “ada”. Ketiadaan (nothingness) adalah sebuah motif penting dalam filsafat eksistensialis dan dengan demikian Tillich mengikutsertakan konsep ini sebagai sarana reilifikasi keberadaan itu sendiri. Tillich berpendapat bahwa kecemasan dari ketidakberadaan (non-being) itu inheren di dalam ada itu sendiri.
KOMENTAR :
Berangkat dari permasalahan sebelumnya mengenai eksistensi. Dari pemikiran yang satu ini Tillich berusaha menyadarkan manusia khususnya umat kristiani bahwa sesuatu yang bersifat ada pastilah akan fana atau hancur, hal itu sudah terbukti bahwa manusia yang ada merasa khawatir dengan ketidak beradaan itu sendiri, yaitu kematian.
Bagi penulis pribadi pemikiran ini pastinya mengundang pertanyaan yang sederahana, lalu apa yang telah menyebabkan ada itu sendiri?.Tetapi disini Tillich mencoba memberikan jawaban bahwa yang menciptakan ADA adalah dasar dari keberadaan, inilah TUHAN.
Manusia bersifat Eksis (fana) dan Tuhan bersifat Esensi (kekal).Dan saya rasa dari hasil pemikiran ini pun masih bannyak pertanyaan yang harus dijawab, ketika berbicara mengani Tuhan, tentu tidak lepas dari Yesus.Karena dalam kontek keimanan kristiani Yesus adalah Tuhan. Tetapi permsalahannya disini semua manusia tahu bahwa Yesus adalah manusia yang bersiifat Fana,  dan Tillich pun menyatakan bahwa sesuatu yang fana itu tidak dapat dipertahankan oleh sesuatu yang fana juga, tentu ini membuat kebingungan, dan sementaraitu Tuhan yang bersifat kekal, bagaimana jawaban dalam hal ini?Apakah ada pemisah antara Yesus sebagai manusia dan sebagai Tuhan?Dan sejak awal masuk pelajaran ini yang membingungkan saya itu, sejak kapan kah Yesus menjadi Tuhan? Karena sejak kecil dia itu bukan Tuhan dan tidak keterangan dalam injil yang menyatakan bahwa Yesus adalah Tuhan?.
Tetapisaya sangat sependapat dengan perkembangan Tillich mengenai pembahsan ini, pola pikirnya sangat radikal sehingga membuat dia meninggalkan teologi kristiani yang tradisional yang menggap bahwa Yesus adalah manusia yang seutuhnya dan sebagai Tuhan seutuhnya.Tetapi Tillich memberikan sebuah revolusi baru dalam menafsirkan Yesus itu sendiri dan Tuahn itu sendiri, menurut pendapatnya yesus adalah sebuah keberadaan yang baru yang berfungsi untuk memperbaiki alienasi antara esensi dengan eksistensi.
Karena manusia bersifat eksis sehingga manusia teralienasi dari Tuhan, sehingga manusia disebut sebagai dosa.tetapi Tillich berusaha menjaelaskan bahwa Esensi sepenuhnya menampakkan dirinya di dalam Kristus, namun Kristus pun adalah manusia yang fana. Hal yang positif yang bisa kita simpulkan disini bahwa ternyata esensi itu juga ada didalam eksistensi, artinya Tuhan itu ada dalam diri manusia. Dari sisi lain kita temukan bahwa Yesus adalah sebuah pernyataan Tuhan bukan sebagai Tuhan seutuhnya sebagaimana yang dipercayai oleh masyarakat kristiani.Selain itu tujuan Tillich dalam pemikirannya adalah untuk menyadarkan bahwa seluruh umat kristiani atau seluruh umat manusia mempunyaipotensi sebagai yesus. Dengan alasanya yang diatas bahwa yesus adalah manusia yang fana sama seperti kita.
Saya rasa ini sebuah motivaasi besar bagi umat kristiani dalam pengetahuan lebih dalam mengenai keimanan dan alurn kehidupan bathiniyah.
Selain itu Pernyataan Tillich ini meringkaskan konsepsinya tentang Allah. Kita tidak dapat berpikir tentang Allah sebagai suatu keberadaan yang eksis di dalam ruang dan waktu, karena hal itu akan membatasi-Nya, dan membuat-Nya fana.